:strip_icc():format(webp)/kly-media-production/medias/804918/original/013227900_1422934136-Ilustrasi-Pajak-150203-2-andri.jpg)
Liputan6.com, Jakarta Pada awal 2024, pemerintah resmi memberlakukan skema penghitungan baru untuk Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21, yaitu melalui penerapan Tarif Efektif Rata-rata (TER). Aturan ini dituangkan dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 58 Tahun 2023, yang ditetapkan Presiden Joko Widodo pada 27 Desember 2023, menjelang pergantian tahun.
PP 58/2023 membawa sejumlah perubahan mendasar dalam sistem pemotongan PPh 21, terutama dalam hal dasar penghitungan yang kini menggunakan penghasilan bruto, bukan lagi penghasilan neto. Selain itu, pemotongan PPh Pasal 21 kini diklasifikasikan dalam empat kelompok (A, B, C, dan D) berdasarkan status perkawinan dan jumlah tanggungan, sehingga lebih personal dan sesuai dengan kondisi masing-masing wajib pajak orang pribadi.
Salah satu tujuan utama dari kebijakan ini adalah penyederhanaan penghitungan pajak bagi pegawai, tanpa menambah beban pajak baru. Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menegaskan bahwa penerapan TER Pajak tidak menciptakan jenis pajak baru, melainkan menyederhanakan mekanisme yang selama ini dianggap rumit.
Dengan diberlakukannya PP 58/2023, maka ketentuan sebelumnya, yakni Pasal 2 ayat (3) PP 80 Tahun 2010 yang mengacu pada tarif Pasal 17 Undang-Undang Pajak Penghasilan, dinyatakan tidak berlaku lagi. Ini menjadi penanda transisi penting dalam sistem perpajakan Indonesia, khususnya dalam konteks pemotongan PPh Pasal 21 yang menjadi beban rutin karyawan dan pemberi kerja.
Berikut ulasan lebih lanjut tentang TER pajak dan bagaimana penerapannya dalam menghitung PPh Pasal 21, serta contoh konkret perhitungannya agar dapat dipahami dengan lebih mudah. Dirangkum Liputan6.com dari berbagai sumber, Jumat (11/4/2025).
China kembali bersumpah untuk “berjuang sampai akhir” melawan tarif Donald Trump pada hari Rabu, dengan alasan bahwa perdagangan antara kedua negara dalam keadaan seimbang karena pajak 104% atas ekspor negara itu ke AS mulai berlaku.
Sekilas Tentang PPh Pasal 21, Pajak atas Penghasilan dari Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan
Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 merupakan jenis pajak yang dikenakan atas penghasilan yang diterima oleh wajib pajak orang pribadi di dalam negeri, baik yang berasal dari pekerjaan, jasa, maupun kegiatan lainnya. PPh 21 ini umumnya dikenal sebagai pajak atas gaji atau upah karyawan karena sering kali berkaitan langsung dengan sistem penggajian atau payroll dalam perusahaan.
Subjek dari PPh Pasal 21 tidak terbatas pada pegawai tetap saja, namun juga mencakup pegawai tidak tetap, pekerja lepas (freelancer), hingga wajib pajak pribadi yang menjalankan usaha. Perlakuan dan besaran tarif PPh 21 pun bervariasi tergantung pada jenis penghasilan dan status si penerima penghasilan.
Dalam praktiknya, penghitungan PPh 21 kerap kali dianggap kompleks karena memerlukan sejumlah pengurang seperti biaya jabatan, iuran pensiun, serta memperhitungkan penghasilan tidak kena pajak (PTKP). Terlebih lagi, penghasilan sering kali harus disetahunkan terlebih dahulu untuk menentukan lapisan tarif pajak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Untuk menyederhanakan proses ini, pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 58 Tahun 2023, yang memperkenalkan pendekatan baru dengan Tarif Efektif Rata-rata (TER). Skema ini menggunakan penghasilan bruto sebagai dasar pengenaan pajak, tanpa perlu lagi menghitung penghasilan neto secara detail. Pemotongan PPh 21 pun cukup dilakukan dengan mencocokkan total penghasilan bruto dengan tabel tarif TER yang telah ditentukan berdasarkan kategori wajib pajak.
Kategori ini dibagi menjadi empat, yaitu:
- Kategori A: Lajang tanpa tanggungan hingga menikah tanpa tanggungan (TK/0, TK/1, K/0)
- Kategori B: Lajang atau menikah dengan 1–2 tanggungan (TK/2, TK/3, K/1, K/2)
- Kategori C: Menikah dengan tiga tanggungan (K/3)
- Kategori D: Penghasilan yang dibayarkan harian
Dengan sistem baru ini, penghitungan PPh 21 menjadi lebih cepat dan mudah, baik bagi perusahaan selaku pemotong pajak maupun bagi pegawai yang dipotong. Tujuan akhirnya adalah efisiensi, transparansi, dan kemudahan dalam pemenuhan kewajiban perpajakan, tanpa menambah beban pajak baru.
Perubahan Kebijakan Penghitungan PPh 21
Pemerintah melakukan perubahan besar terhadap kebijakan penghitungan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21, yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2023. Perubahan ini bukanlah tanpa alasan. Selama ini, banyaknya skema perhitungan PPh 21 dinilai membingungkan dan memberatkan administrasi perpajakan, baik bagi Wajib Pajak (WP) maupun pemberi kerja sebagai pihak pemotong pajak.
Melalui PP 58/2023, kini terdapat dua pendekatan penghitungan PPh 21:
- Skema progresif Pasal 17 UU PPh – digunakan untuk menghitung PPh 21 dalam masa pajak terakhir, berdasarkan penghasilan setahun.
- Skema Tarif Efektif Rata-rata (TER) – digunakan untuk masa pajak bulanan atau harian, memberikan kemudahan dengan menghitung pajak langsung dari penghasilan bruto tanpa perlu memperhitungkan berbagai pengurang.
Skema TER pajak ini dilengkapi dengan tabel tarif yang disesuaikan dengan kategori wajib pajak berdasarkan status perkawinan dan jumlah tanggungan, untuk hasil yang lebih adil dan aplikatif.
Pokok Perubahan dan Penyesuaian Penghitungan PPh 21
Beberapa perubahan penting dalam kebijakan penghitungan terbaru antara lain:
- Perubahan total skema penghitungan untuk pegawai tetap dan tidak tetap.
- Perluasan cakupan penghasilan yang dikenai PPh 21, termasuk dana pensiun dari BPJSTK, ASABRI, dan TASPEN.
- Pengurangan zakat atau sumbangan keagamaan wajib yang dibayarkan melalui pemberi kerja dari penghasilan bruto.
- Penambahan jenis penghasilan yang dikecualikan dari pemotongan PPh 21, termasuk yang ditanggung pemerintah (DTP).
- Penggabungan seluruh penghasilan dalam satu masa pajak, sehingga perhitungan lebih menyeluruh.
- Pengenaan PPh 21 atas natura/kenikmatan (misalnya fasilitas atau tunjangan non-uang).
- Penegasan bahwa penerima penghasilan berhak atas bukti potong, serta pengaturan khusus bagi pegawai yang bekerja di dua tempat.
Regulasi Pelaksana: PMK No. 168 Tahun 2023
Sebagai aturan pelaksana dari PP 58/2023, pemerintah juga menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan No. 168 Tahun 2023. PMK ini menjadi acuan teknis bagi pemberi kerja dalam menerapkan pemotongan PPh 21 menggunakan skema TER dan progresif. Dalam siaran pers DJP, ditegaskan bahwa perubahan ini bertujuan memberikan kepastian hukum dan kemudahan implementasi dalam sistem administrasi perpajakan.
Pemberlakuan Skema TER dalam Penghitungan PPh 21
Penerapan TER berlaku selain di Masa Pajak Terakhir (Desember). Sementara untuk Masa Pajak Terakhir, penghitungan dilakukan dengan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh, yang bersifat progresif.
Contoh skema tahun buku Januari–Desember:
- Januari – November: dihitung menggunakan TER bulanan.
- Desember: dihitung dengan tarif Pasal 17, lalu dikurangkan total pajak yang telah dipotong sepanjang tahun.
Jenis TER
-
TER Bulanan: Berlaku untuk pegawai tetap, dihitung dari penghasilan bruto bulanan berdasarkan kategori PTKP (Penghasilan Tidak Kena Pajak):
- Kategori A: TK/0, TK/1, K/0 (PTKP 54–58,5 juta)
- Kategori B: TK/2, TK/3, K/1, K/2 (PTKP 63–67,5 juta)
- Kategori C: K/3 (PTKP 72 juta)
- Besaran TER bulanan berbeda untuk tiap lapisan penghasilan, mulai dari 0% hingga 34%, tergantung status dan jumlah tanggungan.
-
TER Harian: Berlaku untuk pegawai tidak tetap, berdasarkan penghasilan bruto harian:
- ≤ Rp450.000/hari: tarif 0%
- Rp450.001 – Rp2.500.000/hari: tarif 0,5%
- Jika >Rp2.500.000, digunakan metode tarif progresif Pasal 17.
Cara Menghitung PPh 21 dengan Skema TER
Contoh sederhana:
- Januari – November:
PPh 21=Penghasilan Bruto Bulanan×Tarif TER BulananPPh\ 21 = Penghasilan\ Bruto\ Bulanan \times Tarif\ TER\ BulananPPh 21=Penghasilan Bruto Bulanan×Tarif TER Bulanan
- Desember:
PPh 21=(Penghasilan Bruto Setahun−Pengurang−PTKP)×Tarif Pasal 17PPh\ 21 = (Penghasilan\ Bruto\ Setahun – Pengurang – PTKP) \times Tarif\ Pasal\ 17PPh 21=(Penghasilan Bruto Setahun−Pengurang−PTKP)×Tarif Pasal 17 PPh Desember=PPh 21 Setahun−(Total PPh Jan–Nov)PPh\ Desember = PPh\ 21\ Setahun – (Total\ PPh\ Jan–Nov)PPh Desember=PPh 21 Setahun−(Total PPh Jan–Nov)
Apakah Gaji Karyawan Jadi Turun karena TER?
Secara teknis, tidak ada beban pajak baru akibat skema TER. Namun, karena TER dihitung langsung dari penghasilan bruto tanpa mempertimbangkan pengurang (seperti biaya jabatan, iuran pensiun, dan zakat) dalam bulanannya, jumlah PPh yang dipotong bulanan bisa lebih besar dibanding skema lama.
Meski demikian, kelebihan potongan akan dikoreksi di bulan Desember. Jika selama Januari–November karyawan dipotong terlalu besar, maka akan dikembalikan (restitusi atau kompensasi) di akhir tahun oleh pemberi kerja.
Leave a Reply