Ilustrasi Pajak (2)

Liputan6.com, Jakarta Pada awal 2024, pemerintah resmi memberlakukan skema penghitungan baru untuk Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21, yaitu melalui penerapan Tarif Efektif Rata-rata (TER). Aturan ini dituangkan dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 58 Tahun 2023, yang ditetapkan Presiden Joko Widodo pada 27 Desember 2023, menjelang pergantian tahun.

PP 58/2023 membawa sejumlah perubahan mendasar dalam sistem pemotongan PPh 21, terutama dalam hal dasar penghitungan yang kini menggunakan penghasilan bruto, bukan lagi penghasilan neto. Selain itu, pemotongan PPh Pasal 21 kini diklasifikasikan dalam empat kelompok (A, B, C, dan D) berdasarkan status perkawinan dan jumlah tanggungan, sehingga lebih personal dan sesuai dengan kondisi masing-masing wajib pajak orang pribadi.

Salah satu tujuan utama dari kebijakan ini adalah penyederhanaan penghitungan pajak bagi pegawai, tanpa menambah beban pajak baru. Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menegaskan bahwa penerapan TER Pajak  tidak menciptakan jenis pajak baru, melainkan menyederhanakan mekanisme yang selama ini dianggap rumit.

Dengan diberlakukannya PP 58/2023, maka ketentuan sebelumnya, yakni Pasal 2 ayat (3) PP 80 Tahun 2010 yang mengacu pada tarif Pasal 17 Undang-Undang Pajak Penghasilan, dinyatakan tidak berlaku lagi. Ini menjadi penanda transisi penting dalam sistem perpajakan Indonesia, khususnya dalam konteks pemotongan PPh Pasal 21 yang menjadi beban rutin karyawan dan pemberi kerja.

Berikut ulasan lebih lanjut tentang TER pajak dan bagaimana penerapannya dalam menghitung PPh Pasal 21, serta contoh konkret perhitungannya agar dapat dipahami dengan lebih mudah. Dirangkum Liputan6.com dari berbagai sumber, Jumat (11/4/2025).